Kamis, 28 April 2011

MENGAPA DENGAN KEBUDAYAAN

KEBUDAYAAN... MENGAPA DENGAN KEBUDAYAAN... APA YANG MENARIK DI DALAM NYA...
KITAN NYA DENGAN BERKEBANGSAAN... DAN KEMAMPUAN BAGAIMANA YANG DICERITAKAN... LEBIH JELAS, IKUTI PENELUSURAN DI LEMBARAN LEMBARAN BLOG SPOT INI HINGGA SATU BULAN KE DEPAN.. MULAI DARI DASAR KEBUDAYAAN, KAITAN NYA DENGAN MASYARAKAT UMUM, BERIKUT JUGA IMPLEMENTASI DAN CARA PANDANG TERKAIT BERKEBUDAYAAN YANG SUDAH MULAI RETAK....

Jumat, 12 November 2010

Kolonial Baru “Indonesia”

Kolonial Baru “Indonesia”

Colonial berarti zaman gelap, Kata ini biasanya digunakan saat menggambarkan insiden pengekangan. Sebuah realitas, disaat warga bangsa melakukan penekanan dan perlawanan. saat nya kini colonial telah menjadi ideology, di saat seluruh warga indonesia menuntut keadilan penuh terhadap pemerintah.

Keberadaan colonial di Indonesia kini masih amat terasa, penampilan baru telah masuk ke ruang baru dan tanpa batas. Dia bangkit dalam bingkai kehangatan simbolisme krisis kepercayaan dan krisis kemanusiaan. Sasarat dendam nya adalah Kelompok social minorita. Apa buktinya? Kita telusuri sekarang….?

Tanpa disadari kesadaran kelompok minoritas menjadi terbatasi ruang dan gerak, di curigai dan di singkirkan. Di jarah hak-hak kemanusian dan kebebasan. Kenyataan ini bias terlihat dalam kelompok minoritas Tiongkhoa, kelompok social miskin, petani dan buruh.

Dalam kerangkeng ini, kolonial bergerak melalui penjajahan baru yang dilakukan warga pribumi, mereka tidak dipersenjatai atau dibekali amunisi, tetapi dengan menjarah dan meperkosa hak-hak warga lain di Indonesia. Gerakan ini tentu terlihat berhasil karena mendapat dukungan dari para praktisi politik local yang bernuansa kepentingan kental.

Kenyataan nya, kita ambil contoh apa yang kita saksikan insiden mei 1998 di Jakarta dan Jogjakarta atau sebagian kota besar di Indonesia, siapa yang menjadi korban gerakan colonial pada tahun kemarin, tidak lain adalah komonitas Tionghoa.

Dalam sejarah berdirinya Negara Indonesia, komonitas dan warga tionghoa di Indonesia kerap kali menjadi korban. Percaya atau tidak, ada bukti mereka di singkirkan dengan cara dijarah,diperkosa,di bakar.

Untuk kasus keberadaan tionghoa di Indonesia, memang terlihat pasang surut, warga yang mulai berkembang tahun 1808 di kota Jogjakarta, pada waktu itu tidak lebih dari 758 jiwa.

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pulau jawa pada tahun sama, hanya 2,04 % dari jumlah penduduk 94.441. Singkat cerita, warga keturunan tersebut, lima belas tahun berikutnya jumlah nya terus berkembang.

Perkembangan jumlah jiwa warga keturunan tionghoa ini, jika di presentase mencapai 0,81% jiwa setiap tahun nya. Hal tersebut terjadi didorong akibat kebijakan politik sultan hamengkubono 1 dan daerah lain di pulau jawa, terkait hubungan harmonis antar kedua belah pihak.

Komonitas keturunan Tionghoa di Indonesia telah menjadi rahasia umum, mereka begitu banyak mengesuai sendi-sendi perekonomian, tidak sedikit warga tionghoa berprofesi sebagai pedagang dengan mobilitas tinggi.

Kenyataan tersebut tidak hanya berlaku pada tahun sekarang, tetapi juga berlaku pada satu abad ke belakang. Lalu kemudian, kenapa muncul krisis dan konplik diantara warga pribumi bersama warga keturunan tionghoa di dataran pulau jawa? tidak lain bisa di lihat dari keharmonisan warga keturunan tionghoa bersama sultan hamengkubono 1 tahun 1808 di dataran jogja dimanfaatkan warga tionghoa untuk menguasai sendi perekenomian dan menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam hal kebijakan ekonomi yang dianggap telah menyengsarakan warga pribumi dan warga kebanyakan.

Seperti pungutan pajak tol diserahkan kepada mereka, industry tekstil dan mudah nya fasilitas pinjaman ke bank. Lebih di perparah lagi tidak ada hokum yang tidak jelas di mata mereka.

Citra dan kesan warga keturunan tionghoa terus memburuk, selain kedekatan dengan pemerintah yang tidak berpihak ke masyarakat kecil, selain komonitas keturunan kerap kali fasilitas lebih untuk menguasai sendi perekonomian.

Apa yang terjadi kemudian, warga pribumi negeri Indonesia hidup dengan penuh dendam. Nampak nya dendam semakin hari semakin menjadi-jadi, bahkan telah menjadi ancaman bagi komonitas warga keturunan khususnya tionghoa. Layaknya seperti bom yang bisa membumi hanguskan tataran bangsa ini. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada warga Indonesia.

Dari semua itu, warga keturunan tionghoa telah menerima hukuman dendam warga Indonesia, puncaknya mungkin kita bias lihat dari insiden mei 1998, mereka di usir,fasilitas bisnis mereka di bakar, mereka di perkosa, mereka di bunuh. Tentu ini semua adalh penjajahan dalam pola baru, meski tionghoa sebenarnya telah menjadi pelampiasan dendam warga negeri ini.

tentu nya ada kolonial lain di negeri ini... dalam bentuk apa pun wajah kolonial selalu berwajah..................